jump to navigation

Perlakuan PPh atas kegiatan usaha berbasis Syariah March 12, 2009

Posted by maskokilima in Tax.
Tags: , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,
trackback

Meskipun kegiatan usaha berbasis Syariah telah lama eksis di perekonomian Indonesia, namun perlakuan pajaknya masih disamakan dengan kegiatan usaha umum. Hal ini membuat banyak transaksi syariah yang masuk dalam area dispute antara WP dengan FISCUS terkait dengan belum adanya aturan khusus perpajakan untuk transaksi syariah ini. Baru dalam UU PPh tahun 2008 khususnya dalam pasal 31D, terdapat sedikit klausul bahwa perlakuan pajak untuk kegiatan usaha tertentu (termasuk usaha syariah) akan diatur tersendiri dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Bulan Maret ini, PP dimaksud untuk kegiatan usaha berbasis Syariah telah terbit.

Dalam PP nomor 25 tahun 2009 ini dijelaskan bahwa usaha berbasis syariah adalah setiap jenis usaha yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang meliputi:

  • Perbankan Syariah;
  • Asuransi Syariah;
  • Pegadaian Syariah;
  • Jasa keuangan Syariah; dan
  • Kegiatan usaha berbasis syariah lainnya

Kegiatan dalam usaha berbasis syariah tersebut dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain:

  • Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
  • Transaksi jual beli dalam bentuk murabahah, salam, dan istisna;
  • Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik; dan
  • Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk qardh.

Perlakuan Pajak Penghasilan dari kegiatan usaha berbasis syariah meliputi:

  • Penghasilan;
  • Biaya; dan
  • Pemotongan pajak atau pemungutan pajak.

Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan usaha berbasis syariah dalam PP ini termasuk;

  1. Hak pihak ketiga atas bagi hasil, perbedaan hak pihak ketiga ini dengan dividen adalah terkait dengan status dana yang digunakan. Dividen diberikan atas modal yang ditanamkan pada usaha yang menunjukkan kepemilikan usaha sedangkan bagi hasil dibayarkan atas dana pihak ketiga yang digunakan untuk jangka waktu tertentu yang tidak menunjukkan kepemilikan usaha.
  2. Margin, yaitu selisih lebih antara dana yang diberikan dengan total dana yang harus dikembalikan oleh penerima dana dalam transaki murabahah.
  3. Kerugian atas transaksi bagi hasil, kerugian ini perlu diteliti lebih lanjut, apabila kerugian ini timbul akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian ini menjadi tanggung jawab pengelola dana. Sedangkan jika bukan karena kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian ini dibebankan kepada pemilik modal sesuai akad perjanjian.

Pemotongan pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan usaha berbasis syariah dilakukan juga terhadap:

  • Hak pihak ketiga atas bagi hasil, pada transaksi bagi hasil;
  • Bonus, pada transaksi wadiah (titipan);
  • Margin, pada transaksi jual beli ; dan
  • Hasil berbasis syariah lainnya.

Yang perlu dipahami adalah, bahwa perlakuan Penghasilan, Biaya dan Pemotongan/Pemungutan pajak dari kegiatan usaha yang berbasis syariah ini berlaku mutadis mutandis (yaitu ketentuan perpajakan yang berlaku umum, berlaku pula untuk kegiatan usaha berbasis syariah).

Peraturan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan PPh atas kegiatan usaha berbasis syariah ini akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Selengkapnya silahkan baca PP Nomor 25 tahun 2009 di sini.

Comments»

No comments yet — be the first.

Leave a comment